Sponsors Link

Sejarah Pasar Modal Indonesia

Sponsors Link

Awal Mula dan Perkembangan Pasar Modal Indonesia

Sejarah pasar modal Indonesia telah dimulai sejak tahun 1870 an, dimana pada saat itu Indonesia masih belum merdeka dan masih dijajah oleh Belanda. Hal ini ditandai dengan terbentuknya perusahaan untuk perdagangan komunitas dan sekuritas, yaitu Dunlop & Kolf, yang menjadi cikal bakal PT Perdanas.

ads

Selanjutnya pada tahun 1892 tercatat transaksi saham untuk pertama kalinya yang dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan di Batavia, bernama Cultuur Maatschappij Goalpara. Sebelum membahas lebih jauh tentang pasar modal Indonesia, perlu dipahami definisi dari Pasar modal itu sendiri.

Berdasarkan UU Pasar Modal No 8 tahun 1995 tentang pasar modal (capital market), pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

Definisi lainnya menurut Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar modal adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan. Pasar modal merupakan sarana pendanaan yang didapatkan masyarakat pemodal atau investor.

Karena transaksi di pasar modal Indonesia yang terjadi sampai tahun 1892 bukan dilakukan oleh organisasi resmi, menyebabkan catatannya kurang lengkap. Pasar modal Indonesia baru secara resmi berdiri pada 14 Desember 1912 di Batavia yang bernama Vereniging voor de Effectenhandel (bursa efek).

Pada saat awal terbentuk,terdapat 13 anggota bursa yang aktif yaitu: Fa. Dunlop & Kolf, Fa. Gijselman & Steup, Fa. Monod & Co, Fa. Adree Witansi & Co, Fa. A. W. Deeleman, Fa. H. Jul Joostenz, Fa. Jeanette Walen, Fa. Wiekert & V. D. Linden, Fa. Wabrink & Co, Wieckert & V. D. Linden, Fa. Vermeys & Co, Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders. Saat itu tujuan pendirian pasar modal oleh pemerintah Hindia Belanda adalah untuk mengakomodir kepentingan VOC.

Efek yang diperjual belikan adalah saham dan obligasi perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan pemerintah, sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan kantor imigrasi di Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya.

Pada kurun waktu 1914 yang saat itu sedang terjadi Perang Dunia I, Pasar modal Indonesia berhenti untuk sementara. Pada tahun 1925, Bursa Efek di Jakarta kembali dibuka bersamaan dengan Bursa Efek Semarang dan Bursa Efek Surabaya. Pada awal tahun 1939, Bursa Efek di Semarang dan Bursa Efek di Jakarta harus ditutup yang merupakan imbas dari Perang Dunia II.

Hal yang sama pun terjadi di Bursa Efek di Jakarta yang terpaksa tutup selama 10 tahun sejak tahun 1942, yang juga merupakan akibat dari krisis yang disebabkan oleh Perang Dunia II. Setelah perang Dunia berakhir pada tahun 1945, sebenarnya Bursa Efek di Jakarta memiliki peluang untuk kembali, tetapi karena adanya program nasionalisasi perusahaan Belanda membuat Bursa Efek semakin sulit. Selanjutnya, selama kurun waktu 1956-1977, perdagangan di Bursa Efek mengalami mati suri.

Perkembangan Pasar Modal Indonesia

Hingga pada 10 Agustus 1977, Bursa Efek kembali beroperasi setelah diresmikan oleh Presiden Indonesia saat itu, Bapak Soeharto. Pembukaan kembali Bursa Efek ditandai dengan adanya Emiten pertama, yaitu PT Semen Cibinong. Bursa Efek Jakarta pada saat itu berjalan dibawah kendali Badan Penanaman Modal (BAPEPAM).

Sekalipun sudah diresmikan, tetapi saat itu Bursa Efek kurang mendapat tanggapan yang positif dikarenakan undang-undang yang berlaku saat itu banyak yang membatasi ruang gerak perusahaan. Pada saat itu, pemerintah mengenakan pajak penghasilan atas deviden dan capital gain, sebaliknya tidak mengenakan pajak atas penghasilan bunga deposito. Di sisi lain, deregulasi perbankan tahun 1983 menyebabkan tingkat suku bunga deposito menjadi naik sehingga mengakibatkan investasi pada saham tidak menarik bagi investor.

Untuk membuat Bursa Efek Indonesia berkembang, pemerintah menggiatkan pasar modal dengan mengeluarkan aturan untuk membuka peluang bagi investor asing untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia dengan batas kepemilikan maksimum sebanyak 49%. pemerintah juga membentuk lembaga-lembaga baru demi mendukung kegiatan di pasar modal Indonesia. Sejak adanya kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut, perlahan pasar modal Indonesia mulai mendapat perhatian investor dan mengalami pertumbuhan yang positif.

Pada tahun 1990, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang swastanisasi Bursa Efek sehingga pada 4 Desember 1991, resmi berdiri PT Bursa Efek Jakarta. Dengan swastanisasi bursa, maka peranan BAPEPAM berubah dari badan yang melaksanakan pasar modal menjadi badan yang bertugas untuk mengawasi pasar modal.

Sebenarnya, sejak tahun 1987 sudah berdiri dua bursa efek swasta, yaitu Bursa Paralel Indonesia ( BPI). Bursa paralel sangat diperlukan oleh perusahaan kecil menengah serta perusahaan baru yang rugi tetapi mempunyai prospek yang baik di masa depan. Namun seiring berjalannya waktu, BPI kurang berkembang. Hal ini dapat dilihat dari jumlah emiten yang sedikit dan kecilnya volume transaksi perdagangan.

Sejak diterapkannya berbagai deregulasi oleh pemerintah, volume perdagangan pada bursa efek jakarta (BEJ) meningkat drastis. Volume perdagangan ini menjadi lebih ttinggi lagi dengan diterapkannya sistem perdagangan otomatis (Jakarta Automated Trading System) atau juga dikenal dengan JATS. Pada tahun 1995, JATS memungkinkan frekuensi perdagangan saham yang lebih besar dan menjamin perdagangan dapat lebih sewajarnya dan transparan.

Selanjutnya pada tahun 2007, Bursa Efek Jakarta bergabung dengan Bursa Efek Surabaya yang kemudian berganti nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada tahun 2012, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai diperkenalkan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berfungsi menjadi pengawas Bursa Efek Indonesia dalam seluk beluk operasinya dan pada tahun yang sama, BEI meluncurkan prinsip syariah dan mekanisme perdagangan syariah.

Dalam menjalankan kegiatannya, ada beberapa pelaku pasar modal yang terlibat. Para pelaku pasar modal dibagi menjadi tiga kelompok kategori: badan yang bertugas mengawasi pasar modal yaitu BAPEPAM, kedua adalah pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam perdagangan efek seperti emiten, investor, badan pengelola bursa, dan perantara/pedagang efek, terakhir adalah mereka yang memberi kepastian, kelancaran, dan ketertiban pasar modal seperti Kustodium Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), Penanggung (Guaranto) dan Wali Amanat (Trustee). Tanpa adanya lembaga-lembaga ini, pasar modal tidak dapat tumbuh dan berkembang dan juga sebaliknya tanpa adanya pasar modal, lembaga-lembaga tersebut tidak dapat beroperasi dengan baik.

Hingga saat ini tercatat sudah lebih dari 700 perusahaan mencatatkan sahamnya di BEI. Pada Mei 2020, jumlah investor sudah mencapai 2.8 juta atau telah tumbuh sebesar 13% dari akhir tahun 2019. Angka tersebut tidak menujukkan bahwa pandemi covid-19 tidak mengurungkan niat para investor untuk berinvestasi di Bursa Efek Indonesia.

Jika jumlah emiten semakin bertambah, maka pasar modal Indonesia akan semakin kuat dan akan semakin dilirik oleh banyak investor besar hingga investor luar negri sekalipun. Diharapkan kedepannya, Pasar Modal Indonesia akan semakin tumbuh dan berkembang sehingga perekonomian Indonesia juga semakin baik.

Sponsors Link
,
Post Date: Wednesday 18th, May 2022 / 03:22 Oleh :
Kategori : Ekonomi