Sponsors Link

5 Penyebab Jatuhnya Kabinet Wilopo

Sponsors Link

Seperti yang telah diketahui, Indonesia memiliki beberapa kabinet pemerintahan guna membantu Presiden menjalankan pemerintahan dengan beberapa program kerja yang menjadi wewenang anggota kabinet. Ada beberapa kabinet yang terbentuk setelah Indonesia resmi menolak pembentukan negara Republik Indonesia Serikat.

ads

Kabinet-kabinet ini memiliki perbedaan masing-masing dalam masa kekuasaannya, sehingga memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada masyarakat. Salah satu kabinet yang pernah ada setelah masa pembubaran Republik Indonesia Serikat atau kabinet pada masa demokrasi liberal adalah Kabinet Wilopo. Namun, kabinet ini hanya berkuasa selama satu tahun lebih dikarenakan oleh beberapa faktor.

Latar Belakang Terbentuknya Kabinet Wilopo

Kabinet Wilopo merupakan kabinet ketiga setelah pembubaran negara Republik Indonesia Serikat. Kabinet ini terbentuk setelah berakhirnya Kabinet Soekiman yang sebelumnya menandatangani persetujuan untuk menerima bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat atas dasar Mutual Security Act (MSA).

Persetujuan ini menimbulkan beberapa tafsiran bahwa Indonesia telah memasuki Blok Barat, sehingga bertentangan dengan tujuan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Kemudian Masyumi dan PNI (Partai Nasional Indonesia) juga menentang tindakan Soekiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. Adanya pertentangan ini membuat DPR akhirnya memutuskan untuk menggugat Sukiman dan terpaksa harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.

Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjuk Sidik Djojoskarto dari PNI dan Prawoto Mangkusasmito sebagai formatur yang ditugaskan oleh Presiden untuk membuat kabinet baru yang kuat dan mendapat dukungan kuat dari para anggota parlemen.

Namun, nyatanya usaha kedua tokoh ini berakhir menemui kegagalan karena tidak dapat menentukan dan menyepakati siapa saja calon-calon yang akan tergabung dalam kabinet baru. Sehingga, pada tanggal 19 Maret akhirnya kedua formatur ini mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno dengan menunjuk Mr. Wilopo (anggota PNI) sebagai formatur baru. Dan, dua minggu setelahnya tepatnya pada 30 Maret Mr. Wilopo mengajukan susunan kabinetnya yang berjumlah 18 orang dan tersusun atas:

  • Empat orang dari anggota PNI (Partai Nasional Indonesia)
  • Empat orang dari anggota Masyumi
  • Dua orang dari PSI
  • Satu orang dari masing-masing partai PKRI (Partai Katholik Indonesia), Parkindo (Partai Kristen Indonesia), Partai Buruh, dan PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia)
  • Dan, tiga orang sisanya dari golongan tidak berpartai.

Penyebab Jatuhnya Kabinet Wilopo

Kabinet Wilopo hanya bertahan kurang lebih satu tahun. Kabinet ini berkuasa mula dari tanggal 19 Maret 1952 hingga 02 Juni 1953. Yang mengakibatkan kabiner ini tidak dapat bertahan lama adalah karena Kabinet Wilopo dianggap bersalah atas penyelesaian persoalan tanah perkebunan di Sumatera Utara yang dikenal dengan Peristiwa Tanjung Morawa, dimana persoalan ini milik modal yang membuat pers dan pihak parlemen bereaksi serta munculnya mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap Kabinet Wilopo.

Peristiwa Tanjung Morawa ini dijadikan sarana oleh kelompok anti kabinet dan pihak oposisi lainnya untuk mencela pemerintah. Akibatnya, Kabinet Wilopo mengembalikan mandatnya kepada Presiden pada tanggal 02 Juni 1953. Selain peristiwa Tanjung Morawa, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan Kabinet Wilopo berakhir. Berikut ini faktor-faktor penyebab jatuhnya Kabinet Wilopo:

  • Krisis Ekonomi

Saat Kabinet Wilopo berkuasa, Indonesia mengalami masalah ekonomi yang cukup serius hingga timbul krisis ekonomi. Krisis yang terjadi ini disebabkan karena jatuhnya barang ekspor Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat yang menyebabkan pendapatan negara semakin berkurang.

Permasalahan ini semakin memburuk karena  para petani mengalami gagal panen. Hal ini tentu mempengaruhi penurunan devisa kas negara yang diakibatkan oleh berkurangnya pemasukan sehingga membutuhkan biaya yang besar untuk mengimpor beras dan memenuhi kebutuhan lainnya.

  • Munculnya Gerakan Separatisme dan Provinsialisme

Faktor selanjutnya yang menyebabkan Kabinet Wilopo jatuh adalah munculnya gerakan separatisme dan provinsialisme. Dua gerakan ini menjadi ancaman bagi keutuhan suatu negara.

Gerakan separatisme merupakan gerakan yang ingin mendapatkan kedaulatan atau kemerdekaan dan memisahkan diri dari negara, sedangkan provinsialisme adalah sekelompok orang yang hanya mementingkan daerahnya tanpa memedulikan kepentingan nasional.

Dalam masa Kabinet Wilopo, beberapa wilayah seperti di Sumatera dan Sulawesi merasa tidak puas dengan pemerintahan yang ada sehingga muncullah gerakan separatisme dan provinsialisme.

  • Munculnya Sentimen Kedaerahan

Pada tahun-tahun awal kemerdekaan, sentimen kedaerahan cukup banyak terjadi dimana warganya merasa tidak puas dengan pemerintahan yang ada.

Daerah-daerah sentimen ini juga menuntut untuk diperluasnya hak otonomi daerah sehingga pemerintah harus mengambil langkah yang tepat untuk menghadapinya. Dalam hal ini, Kabinet Wilopo termasuk kabinet yang kurang memiliki kinerja bagus sehingga sentimen kedaerahan cukup tinggi.

  • Reorganisasi (Profesionalisasi Tentara)

Reorganisasi atau upaya profesionalisasi tentara menimbulkan pro kontra di kalangan partai politik. Reorganisasi ini menimbulkan konflik yang terjadi pada tanggal 17 Oktober 1952, di mana terdapat konflik di tubuh angkatan darat (tentara) dan polisi sipil (DPR) karena upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil yang membuat kalangan partai politik merasa terancam kedudukannya.

  • Adanya Peristiwa Tanjung Morawa

Penyebab yang paling terkenal jatuhnya Kabinet Wilopo ialah karena adanya peristiwa Tanjung Morawa. Peristiwa ini mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).

Perkebunan tersebut adalah perkebunan milik orang asing atau imigran gelap yang menggarap tanah-tanah tersebut secara ilegal, meliputi kelapa sawit, teh, dan tembakau.

Mengetahui hal ini, pemerintah segera mengambil tindakan untuk memindahkan para penggarap ilegal ini dengan memberinya ganti rugi serta menyediakan lahan pertanian lain. Namun, dalam upayanya pemerintah terhalang oleh Barisan Tani Indonesia (BTI) yang termasuk subunit G30S/ PKI.

Hingga pada 16 Maret 1953, pemerintah terpaksa mentraktor area perkebunan tersebut dengan dikawal pasukan polisi. Akan tetapi, anggota BTI tetap bertekad menggagalkan rencana ini sehingga mengerahkan massa lebih banyak. Bahkan, polisi sempat melepaskan tembakan peringatan tetapi tetap tidak dihiraukan sehingga pertempuran berdarah tak dapat dihindari.

Sponsors Link
, ,
Post Date: Thursday 23rd, February 2023 / 07:06 Oleh :
Kategori : Sejarah