Sponsors Link

Grasi : Pengertian, Dasar Hukum, dan Contohnya

Sponsors Link

Pemberian grasi bukanlah hal yang baru dalam sejarah hukum di dunia. Grasi sudah dikenal sejak jaman kuno, dimana raja atau penguasa monarki memiliki kekuasaan untuk memberikan pengampunan atau pengurangan hukuman bagi narapidana. Praktik pemberian grasi ini kemudian berkembang di banyak negara, termasuk Indonesia.

ads

Di Indonesia, praktik pemberian grasi telah dilakukan sejak masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, kekuasaan pemberian grasi berada di tangan Gubernur Jenderal, dimana grasi tersebut atas nama Ratu Belanda. Setelah Indonesia merdeka, kekuasaan pemberian grasi diwariskan kepada Presiden.

Pengertian grasi

Pengertian Grasi secara umum merupakan pengampunan atau pengurangan hukuman pidana yang diberikan oleh kepala negara, dalam hal ini di Indonesia adalah Presiden, kepada seorang yang telah dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan.

Pemberian grasi bisa berupa pengurangan masa tahanan, pengurangan masa percobaan, atau pengurangan denda. Pemberian grasi di Indonesia mencatat beberapa kejadian penting, seperti pemberian grasi kepada para tahanan politik pada awal kemerdekaan Indonesia.

Dan pemberian grasi kepada koruptor yang kontroversial pada masa Orde Baru. Namun, pemberian grasi sering kali menjadi kontroversial, terutama jika diberikan kepada pelaku tindak pidana berat yang telah merugikan masyarakat.

Dasar hukum pemberian grasi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Pemasyarakatan. Pasal 86 UU Pemasyarakatan menyatakan bahwa Presiden dapat memberikan grasi sebagian atau seluruh pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan kepada seseorang yang telah divonis bersalah dan menjalani pidana, jika menurut pertimbangan Presiden, pemberian grasi tersebut dianggap perlu untuk kepentingan negara atau karena alasan kemanusiaan.

Selain itu, grasi juga diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa presiden memiliki hak prerogatif untuk memberikan pengampunan atau mengurangi hukuman pidana yang telah dijatuhkan oleh pengadilan, berdasarkan pertimbangan manusiawi dan keadilan.

Berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian grasi.

  • Muladi dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pidana dan Kriminologi” menyatakan bahwa grasi adalah tindakan yang diberikan oleh kepala negara kepada terpidana yang telah dijatuhi hukuman pidana untuk mengurangi atau menghapuskan hukuman tersebut.
  • Soekanto dalam bukunya yang berjudul “Kamus Hukum” mendefinisikan grasi sebagai kebijakan yang diberikan oleh penguasa suatu negara untuk menghapuskan atau mengurangi hukuman yang telah dijatuhkan kepada seorang terpidana.
  • Saldi Isra dalam bukunya yang berjudul “Hukum Pidana dan Kriminologi” mengungkapkan bahwa grasi adalah suatu hak prerogatif yang dimiliki oleh kepala negara atau presiden untuk memberikan pengampunan kepada terpidana atau mengurangi hukumannya.

Namun, perlu digaris bawahi bahwa pemberian grasi tidak dapat diberikan dalam kasus pidana yang dijatuhi oleh Mahkamah Konstitusi atau dalam kasus pidana yang bersifat politik atau kejahatan terhadap keamanan negara, berbeda dengan Mahkamah Agung.

Akan tetapi dalam rangka menjaga stabilitas dan keadilan hukum, baik Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi sangat penting dalam menjalankan tugasnya masing-masing.

Selain itu, pemberian grasi juga tidak dapat menghapuskan status terpidana, sehingga orang yang mendapat grasi tetap dianggap sebagai terpidana meskipun hukuman pidananya telah dikurangi atau diampuni sebagian.

Dasar Hukum Grasi

Dasar hukum pemberian grasi di Indonesia terdapat pada beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:

  • Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 14 ayat (1) yang memberikan hak prerogatif kepada Presiden untuk memberikan pengampunan atau mengurangi hukuman pidana yang telah dijatuhkan oleh pengadilan, berdasarkan pertimbangan manusiawi dan keadilan.
  • Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Pemasyarakatan Pasal 86 yang menyatakan bahwa Presiden dapat memberikan grasi sebagian atau seluruh pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan kepada seseorang yang telah divonis bersalah dan menjalani pidana, jika menurut pertimbangan Presiden, pemberian grasi tersebut dianggap perlu untuk kepentingan negara atau karena alasan kemanusiaan.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Pemasyarakatan yang mengatur tentang pelaksanaan pemberian grasi, termasuk syarat-syarat dan prosedur yang harus dipenuhi oleh narapidana atau keluarganya yang mengajukan permohonan grasi.
  • Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 yang menguatkan bahwa pemberian grasi merupakan hak prerogatif Presiden yang tidak dapat diganggu gugat, namun Presiden harus menjalankan hak prerogatif tersebut dengan memperhatikan aspek-aspek hukum dan kepentingan negara.

Dalam praktiknya, pemberian grasi di Indonesia dilakukan melalui Badan Grasi yang berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Badan Grasi bertugas untuk memproses permohonan grasi dari narapidana atau keluarganya, dan memberikan rekomendasi kepada Presiden.

Setelah mempertimbangkan rekomendasi dari Badan Grasi, Presiden kemudian dapat memberikan grasi sebagian atau seluruh pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan kepada narapidana yang bersangkutan. Badan Grasi yang berwenang memberikan rekomendasi kepada Presiden untuk memberikan grasi pada seseorang yang telah dijatuhi hukuman adalah Komisi Grasi Presiden (KGP).

KGP dibentuk berdasarkan UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi. KGP terdiri dari sejumlah anggota yang diangkat oleh Presiden dengan masa jabatan 5 tahun dan dapat diperpanjang satu kali masa jabatan yang sama. Anggota KGP terdiri dari seorang ketua, wakil ketua, serta beberapa anggota yang memiliki latar belakang keahlian di bidang hukum, sosial, dan kemanusiaan.

Contoh Kasus Pemberian Grasi di Indonesia

Beberapa contoh kasus pemberian grasi di Indonesia antara lain sebagai berikut.

  • Kasus Baiq Nuril Maknun, seorang mantan pegawai negeri sipil yang dihukum karena melaporkan pelecehan seksual oleh atasan. Presiden Joko Widodo memberikan grasi pada tahun 2019 setelah kasus ini menjadi perhatian publik dan mendapat dukungan dari berbagai kalangan.
  • Kasus Joko Tjandra, seorang terpidana kasus korupsi yang melarikan diri ke luar negeri selama lebih dari satu dekade. Presiden Joko Widodo memberikan grasi pada tahun 2020, meskipun keputusan ini menuai kontroversi dan kritik dari berbagai pihak.
  • Kasus Abu Bakar Baasyir, seorang ulama yang dihukum karena terlibat dalam kasus terorisme. Presiden Joko Widodo memberikan grasi pada tahun 2019 setelah menimbang kesehatan dan usia Baasyir yang sudah lanjut.
  • Kasus Neneng Hasanah Yasin, seorang mantan anggota DPRD Sumatera Selatan yang dihukum karena korupsi. Presiden Joko Widodo memberikan grasi pada tahun 2021 setelah menimbang usia dan kondisi kesehatan Neneng Hasanah Yasin yang sudah tidak memungkinkan untuk menjalani hukuman penjara.

Perlu diketahui bahwa pemberian grasi harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang dan tidak boleh didasarkan pada pertimbangan politik atau kepentingan pribadi tertentu. Pemberian grasi juga harus memperhatikan aspek keadilan dan kemanusiaan, agar tidak terjadi penyimpangan konstitusi.

Sponsors Link
,




Post Date: Tuesday 18th, April 2023 / 05:10 Oleh :
Kategori : Hukum