Sponsors Link

Sejarah Pendidikan Multikultural yang Perlu diketahui

Sponsors Link

Untuk pengembangan Pendidikan Multikultural di Indonesia, kita juga perlu memahami sejarah singkat Pendidikan Multikultural sebagai dasar pijak kita dalam menentukan arah pengembangan.

ads

Konsep pendidikan multikultural di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Kanada yang menganut konsep demokratis karena sejak kelahiran dan sejarahnya memang bercorak multikultural, hal ini bukan barang baru lagi.

Mereka telah berupaya melenyapkan diskriminasi rasial untuk tujuan memajukan dan memelihara integritas nasional.

Akar sejarah Pendidikan Multikultural bermula pada gerakan hak-hak sipil dari berbagai kelompok yang secara historis memang selalu terabaikan dan tertindas.

Pendidikan Multikultural timbul dari munculnya gerakan hak-hak sipil di Amerika tahun 1960-an yang mulai menyadari dan menuntut hak yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Tujuan utamanya menghilangkan diskriminasi dalam akomodasi umum, perumahan, tenaga kerja, dan pendidikan.

Gerakan hak-hak sipil ini berimplikasi terhadap:

  • Berdirinya lembaga pendidikan bagi kelompok etnis. Awalnya hanya pada sekolah untuk orang Amerika keturunan Afrika dan kemudian kelompok lain.
  • Reformasi kurikulum sehingga sekolah dan lembaga pendidikan yang lain merefleksikan pengalaman, sejarah, budaya dan perspektif mereka.
  • Kenaikan upah bagi guru dan administrator sekolah kulit hitam dan berwarna lain.
  • Adanya kontrol masyarakat terhadap sekolah.
  • Revisi buku teks agar merefleksikan keberagaman orang di AS.

Respon awal para pendidik terhadap gerakan ini nampak tergesa-gesa. Program dan pelajaran dikembangkan tanpa pemikiran dan perencanaan yang hati-hati dan sekedar memberi kesan edukatif atau melembaga dalam sistem pendidikan.

Karakteristik dominan dari reformasi sekolah yang berkaitan dengan keberagaman etnis dan budaya selama tahun 1960-an dan awal 1970-an adalah adanya program Hari Libur dan hari khusus lain, perayaan etnis, dan pelajaran yang berfokus pada satu kelompok etnis. 

Bidang studi etnis yang dikembangkan dan diimplementasikan selama periode ini biasanya bersifat pilihan dan diambil terutama oleh siswa yang menjadi anggota kelompok itu.

Keberhasilan yang nyata dari gerakan hak sipil, ditambah pertumbuhan yang cepat, dan atmosfir nasional yang bebas telah merangsang kelompok korban yang lain untuk mengambil tindakan dalam menghilangkan diskriminasi.

Juga penuntut agar sistem pendidikan itu dikaitkan dengan kebutuhan, aspirasi, budaya dan sejarah mereka.

Pada akhir abad 20 gerakan hak perempuan muncul sebagai satu dari gerakan reformasi sosial paling signifikan.

Pemimpin gerakan ini seperti Betty Frie dan Gloria Steinem menuntut lembaga politik, sosial, ekonomi, dan pendidikan melakukan tindakan untuk menghilangkan diskriminasi gender serta memberi kesempatan bagi perempuan untuk mengaktualisasi bakatnya dan mewujudkan ambisinya.

Sekalipun sebagian besar guru di sekolah dasar adalah perempuan, sebagian besar administrator masih dipegang oleh kaum pria.

Tujuan utama dari gerakan hak perempuan adalah:

  • Upah yang sama atas kerja yang sama.       
  • Penghapusan aturan hukum yang mendiskriminasikan wanita dan pria.       
  • Penghapusan terhadap hal-hal yang membuatnya menjadi warga negara kelas dua.       
  • Menuntut adanya partisipasi yang lebih besar dari kaum pria untuk terlibat dalam pekerjaan rumah tangga dan membesarkan anak.

Ternyata gerakan hak perempuan ini sekarang berpengaruh kuat di Indonesia akhir-akhir ini.

Muncul berbagai seminar, kajian ilmiah, penelitian, dan organisasi perempuan yang menuntut hak yang lebih baik bagi kaum perempuan.

Bahkan secara politik, kelompok ini telah berhasil mengakomodasikan gerakan dan ide mereka dalam bentuk Amandemen UUD yang menuntut agar anggota dewan (DPR) harus memasukkan kaum perempuan minimal 30 % sebagai anggota dewan.

Ketika feminis melihat lembaga pendidikan, mereka mencatat masalah-masalah yang sama dengan yang diidentifikasi oleh kelompok etnis dari kulit berwarna.

Ada kesamaan masalah antara kelompok feminis dan kelompok etnis kulit berwarna.

Buku teks dan kurikulum didominasi oleh pria dan tidak begitu nampak unsur perempuan di dalamnya.

Feminis menunjukkan bahwa buku teks sejarah didominasi oleh sejarah politik dan militer yang merupakan bidang-bidang yang memang partisipan utamanya adalah pria.

Sebagian besar mengabaikan sejarah sosial dan keluarga, sejarah buruh dan orang-orang biasa.

Feminis mendesak untuk revisi buku teks dengan memasukkan lebih banyak sejarah tentang peranan penting dari perempuan dalam perkembangan negara dan dunia.

Kelompok korban yang lain memerinci keluhan mereka dan menuntut lembaga- lembaga itu direformasi sehingga diskriminasi itu berkurang dan memperoleh hak-hak asasi manusia yang lebih baik.

Orang dengan ketidakmampuan/cacat, warga negara senior, dan hak-hak kaum gay merupakan salah satu di antara kelompok yang terorganisir secara politis selama periode ini dan membuat terobosan signifikan dalam mengubah lembaga dan aturan hukum.

Pendukung bagi warga negara cacat mencapai kemenangan legal yang signifikan selama tahun 1970-an.

The Education for All HandicappedChildren Act 1975 (pasal/hal P.L.94 – 142) yang mengharuskan siswa yang tidak mampu/cacat dididik dalam lingkungan terbatas.

Dan dalam lembaga tertentu merupakan kemenangan legal paling signifikan dari gerakan hak-hak siswa yang tidak mampu atau cacat dalam bidang pendidikan.

Sponsors Link
,
Post Date: Tuesday 23rd, June 2020 / 02:17 Oleh :
Kategori : Pendidikan