Sponsors Link

Agresi Militer Belanda II: Kronologi – Latar Belakang dan Dampak

Sponsors Link

Pada awal kemerdekaan Indonesia, setelah Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, situasi di negara kita belum nyaman dan perjuangan belum usai.

ads

Penjajah dalam hal ini Belanda masih melakukan upaya-upaya untuk mendapatkan kembali Indonesia dengan beberapa pemberontakan setelah kemerdekaan.

Kronologi Agresi Militer Belanda II

Di tahun 1947, yaitu tanggal 21 Juli hingga 5 Agustus, Belanda berupaya merebut kembali kemerdekaan Indonesia melalui Agresi Militer Belanda I atau disebut juga Operatie Product. Serangan agresi militer ke-1 dilakukan di Pulau Jawa dan Sumatera.

Agresi militer ke-1 yang dilakukan oleh Belanda di tahun 1947 tersebut berakhir dengan Perjanjian Renville yang ditandatangani oleh pihak Indonesia dan Belanda, serta dimediasi oleh Australia. Perjanjian Renville ini ditandatangani kedua belah pihak pada tanggal 19 Januari 1948.

Namun di tahun yang sama ketika penandatanganan perjanjian Renville, Belanda kembali memutuskan untuk menyerang kembali. Peristiwa tersebut dinamakan Agresi Militer II (Operasi gagak) atau disebut Operatie Kraai.

Agresi Militer Belanda II terjadi pada tanggal 19 Desember 1948 diawali dengan menyerang Yogyakarta yang pada saat itu menjadi ibu kota negara. Belanda melumpuhkan Pangkalan Udara Maguwo, di sebelah timur Yogyakarta.

Aksi tersebut dipimpin oleh Letnan Jenderal S.H. Spoor dan Engels, dilakukan secara diam-diam ketika matahari belum terbit dan membuat suasana ibukota pada saat itu sangat mencekam.

Panglima TNI tertinggi yaitu Jendral Sudirman yang pada saat itu berada di luar Yogyakarta segera memerintahkan pasukan TNI untuk mengerahkan kekuatannya, padahal di saat yang sama juga terjadi pemberontakan di wilayah Jawa Barat.

Pembentukan pemerintahan darurat sebelumnya sudah diperintahkan oleh Presiden Soekarno kepada Sjarifuddin Prawiranegara, ketika Belanda mulai menyerang pangkalan udara Maguwo.

Perintah Presiden Soekarno kepada Sjarifuddin Prawiranegara, yang pada saat itu menjabat sebagai Menterei Kemakmuran, dilakukan melalui telegram yang berisi pesan berikut:

“Mandat Presiden kepada Sjafruddin Prawiranegara. Kami, Presiden Republik Indonesia, dengan ini menerangkan, Ibu Kota Yogyakarta telah diserang pada tanggal 19-12-1948 pukul enam pagi. Seandainya Pemerintah tidak dapat lagi melakukan fungsinya, kami memberikan kekuasaan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara untuk mendirikan Pemerintahan Darurat di Sumatra.”

Isi pesan telegram Presiden Soekarno kepada Sjarifuddin Prawiranegara

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) segera dibentuk di Sumatera setelah pemimpin negara ditangkap dan ibu kota negara lumpuh.

Latar belakang Agresi Militer Belanda II

Setelah perjanjian Renville ditandatangi di bulan Desember tahun 1947, dengan tujuan menyelesaikan konflik. Belanda menganggap Indonesia mengkhianati perundingan tersebut dan menuduh Indonesia melakukan berbagai pelanggaran di wilayah yang dikuasai oleh Belanda.

Sedangkan Indonesia merasa pihak Belanda licik dan tidak menghargai perjanjian Renville. Indonesia beranggapan Belanda melakukan politik adu domba dengan mendirikan negara federal dan konferensi federal di Bandung.

Indonesia juga menganggap Belanda melanggar garis demokrasi militer yang telah disepakati di dalam perjanjian Renville. Perjanjian Renville menjadi alasan Belanda melakukan aksi polisionil, Agresi Militer yang ke-2.

Tujuan Agresi Militer II Belanda tersebut memiliki tiga tujuan yang arahnya untuk menjatuhkan pemerintahan Indonesia. Tiga poin Agresi Militer II yaitu menghancurkan negara Indonesia sebagai negara Kesatuan, menguasai ibu kota negara dan menangkap para pemimpin Indonesia.

Dampak Agresi Militer II

Akibat Agresi Militer II oleh Belanda, Indonesia mengalami dampak serius yang merugikan negara. Beberapa dampak yang dihadapi akibat Agresi Militer II tersebut antara lain:

  • Lapangan terbang Maguwo dikuasai oleh pasukan Belanda, diawali dengan serangan udara menggunakan 14 pesawat.
  • Sebanyak 128 pasukan TNI gugur akibat serangan di Maguwo.
  • Pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukit Tinggi, Sumatera.
  • Penangkapan dan pengasingan pemimpin tertinggi negara beserta pemimpin-pemimpin lain, sehingga pemerintahan di ibu kota negara lumpuh.
  • Rusaknya bangunan pemerintahan di Yogyakarta.

Agresi Militer II Belanda tak hanya memberi dampak bagi Indonesia, namun juga berdampak bagi Belanda, dampaknya bagi Belanda antara lain:

  • Belanda berhasil menguasai ibukota negara, dilain sisi hal ini memunculkan perlawanan dari TNI di berbagai wilayah, gerilya di Jawa Tengah dan Jawa Timur dipimpin oleh Jendral Sudirman.
  • Perlawanan di tanggal 1 Maret 1949 berhasil menjatuhkan Belanda, Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta dipimpin oleh Letkol Soeharto.
  • Pasukan Belanda tidak mendapatkan kemenangan sepenuhnya karena serangan balik dari TNI
  • Amerika Serikat memutuskan menghentikan dana bantuan kepada Belanda
  • Agresi Militer II Belanda dianggap peristiwa pertempuran terbesar di Indonesia oleh PBB

Meskipun Indonesia mengalami banyak kerugian dan dampak yang buruk bagi negara, Agresi Militer II oleh Belanda juga mendatangkan dampak positif bagi Indonesia, antara lain:

Akibat cara Belanda melalui Agresi Militer II atau aksi “Polisionil” kepada Indonesia, Negara-negara di Asia mengecam Belanda akibat tindakannya dengan alasan mengganggu perdamaian dunia.

Berawal dari inisiatif Perdana Menteri India pada saat itu, Jawaharlal Pandit Nehru untuk mengadakan Konferensi Asia di India yang diikuti oleh 19 negara. Konferensi Asia Afrika tersebut diselenggarakan untuk memberi dukungan moril dan politik bagi negara Indonesia.

Simpati internasional lainnya untuk Indonesia akibat Agresi Militer II Belanda datang dari negara-negara Arab yang mengakui kemerdekaan Indonesia secara De Jure, Mesir adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.

Sponsors Link
, ,
Post Date: Tuesday 17th, January 2023 / 08:19 Oleh :
Kategori : Sejarah