Sejarah BMKG
Dalam siaran pers yang dibagikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada 19 September 2021, BMKG sebut Indonesia berpotensi alami tsunami non tektonik.
Salah satu peristiwa di atas adalah salah satu jasa dari BMKG Indonesia. Tidak hanya itu saja, ternyata, bencana alam tsunami non tektonik yang menelan korban jiwa sangat besar juga pernah terjadi sekurangnya delapan kali yang tercatat oleh sejarah.
Dari sanalah kita dapat mengetahui bahwa salah satu Lembaga andalan bagi Indonesia ini, yang kerap kali menginformasikan sejumlah peristiwa gempa atau beberapa bencana yang ada di Indonesia. Ya, BMKG atau Badan Meteorologi dan Klimatologi ini mempunyai peranan yang besar bagi warga Indonesia.
BMKG saat ini tengah berupaya melakukan penyempurnaan dan pengembangan lanjut Sistem Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami.
Tidak hanya itu saja, laporan prakiraan cuaca yang akan terjadipun kerap diinfokan yang menjadikannya patokan warga dalam beraktivitas.
BMKG adalah singkatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Badan ini bertanggung jawab untuk memantau, mengolah, menganalisis, dan mendistribusikan informasi meteorologi (meteorologi), klimatologi (iklim), dan geofisika (gempa bumi dan tsunami).
Untuk mendukung tugas tersebut, BMKG memiliki lima Pusat Regional IV, 180 stasiun meteorologi, stasiun geofisika, dan stasiun iklim. Stasiun-stasiun tersebut ada di Bukit Kototaban (Sumatera Barat), Loa Lindubaliri (Pal), Sorong, Papua Barat Punchak Bihara Klademak selain itu juga Badan tersebut memiliki tiga stasiun pemantau atmosfer global atau GAW.
BMKG yang saat ini berada di bawah kepemimpinan Dwikorita Karnawati, memiliki sejarah yang cukup panjang sebelum kemerdekaan. Seperti lembaga lainnya, BMKG saat itu memiliki nama yang berbeda.
Sejarah pengamatan meteorologi dan geofisika Indonesia, bermula dari pengamat individu pada tahun 1841, dengan pengamatan individu yang dilakukan oleh Dr.Onnen Ph.D, yaitu seorang direktur di salah satu rumah sakit di Bogor. Akhirnya dimulailah peranan dan tugas dari pengamatan tersebut.
Kegiatannya berkembang dari tahun ke tahun sebagai tanggapan atas meningkatnya permintaan data dari pengamatan meteorologi dan geofisika. Pada tahun 1866 – Pemerintah Timur Hindia Belanda mengutus salah satu para ahlinya yaitu Dr. Bergsman, dibawah pengawasan dan bimbingan beliau, BMKG memulai kegiatan pengamatan individu sebagai lembaga pemerintah dengan nama Observatorium Magnetisch en Meteorologische atau Observatorium Magnetik dan Meteorologi.
Pada tahun 1879, sebanyak 74 jaringan alat pengukur hujan didirikan di Jawa. Pada tahun 1902, pengamatan medan magnet bumi dipindahkan dari Jakarta ke Bogor.
Pengamatan seismik dimulai pada tahun 1908 dengan pemasangan komponen horizontal seismograf Wiechert di Jakarta, dilanjutkan dengan pemasangan komponen vertikal pada tahun 1928.
Kemudian, pada tahun 1912, pengamatan meteorologi diatur ulang di sekitar jaringan sekunder. Sejak tahun 1930, layanan meteorologi telah digunakan sebagai salah satu patokan sistem penerangan.
Selama pendudukan Jepang tahun 1942 dan 1945, nama otoritas meteorologi dan geofisika diubah menjadi Kisho Khaben Kusho. Namun hal tersebut tak berlangsung lama, karena Jepang telah kalah dari sekutu.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, badan tersebut kemudian dibagi menjadi dua bagian.
Salah satu bagian dari badan tersebut didirikan di Yogyakarta, tepatnya di markas tertinggi Tentara Rakyat Indonesia, Badan ini difungsikan dan digunakan jasanya untuk melayani kepentingan Angkatan Udara. Sedangkan yang satu lagi berada di Jakarta, dengan nama Departemen Meteorologi dan Departemen Geofisika dibentuk di bawah Departemen Pekerjaan Umum Energi.
Pada tanggal 21 Juli 1947, karena saat itu Belanda melancarkan serangan agresi dan menduduki kembali negara Indonesia – setelah mendengar bahwa Jepang telah kalah dari sekutu, Departemen Meteorologi dan Geofisika diambil alih kembali oleh pemerintah Belanda dan berganti nama menjadi Meteorologische en Geofisiche Dienst.
Selain itu juga terdapat kantor geofisika meteorologi yang saat ini dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia yang lembaganya berlokasi di Jarangon Dandia Jakarta.
Akan tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama, karena rakyat Indonesia berusaha mempertahankan kemerdekaanya, Belandapun mengobarkan bendera putih. Setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Republik Indonesia pada tahun 1949, Departemen Meteorologi Geologi diubah menjadi Departemen Meteorologi Geofisika di bawah Departemen Perhubungan dan Pekerjaan Umum.
Setelah itu, Indonesia resmi menjadi anggota World Meteorological Organization (WMO) pada tahun 1950, dan direktur Departemen Meteorologi Geofisika menjadi Wakil Tetap WMO Indonesia.
Pada tahun 1955, namanya dikembalikan menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara lima tahun kemudian.
Pada tahun 1960 namanya dikembalikan ke Departemen Meteorologi dan Geofisika Departemen Penerbangan.
Kemudian berubah nama lagi menjadi Departemen Meteorologi dan Geofisika pada tahun 1965, posisinya tetap berada di bawah Kementerian Penerbangan Sipil. Namun, pada tahun 1972, Badan Meteorologi Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi Geofisika, sebuah lembaga Tingkat II Kementerian Perhubungan, dan pada tahun 1980 statusnya ditingkatkan menjadi lembaga Tingkat I yang disebut Badan Meteorologi Geofisika.
Pada tahun 2002, susunan organisasi Perintah Pimpinan 46 dan 48 Republik Indonesia Tahun 2002 diubah menjadi nama tetap Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) Badan Meteorologi dan Geofisika. Akhirnya, dengan Surat Keputusan No. 61 Tahun 2008, Departemen Meteorologi dan Geofisika berubah nama menjadi Departemen Meteorologi, Iklim, dan Geofisika (BMKG) dan memperoleh posisi tetap sebagai lembaga pemerintah non departemen.
Dan pada akhirnya tepat tanggal 1 Oktober 2009, Badan Meteorologi dan Geofisika berganti nama menjadi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG. berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Republik Indonesia yang telah disetujui oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Republik Indonesia.