Sponsors Link

5 Ciri- Ciri Manusia Sebagai Makhluk Ekonomi Yang Bermoral

Sponsors Link

Ciri- ciri manusia sebagai makhluk ekonomi selain sebagai makhluk sosial, manusia dikenal makhluk ekonomi juga melekat pada diri kita. Hakikat makhluk sosial, seperti yang kita tahu sekarang, menandakan kehidupan seorang manusia yang tidak bisa lepas dari sosialisasi dengan orang lain. Manusia tidak bisa hidup sendiri dan harus berdampingan dengan orang lain karena manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Definisi yang cukup jelas mengenai hakikat makhluk sosial. Namun bagaimana dengan titel makhluk ekonomi? Manusia yang juga dikenal sebagai makhluk ekonomi bermoral ini kemudian menimbulkan pertanyaan, “Apa maksud dari hakikat makhluk ekonomi ini?”

ads

Perkembangan wilayah Indonesia pada dasarnya, kehidupan manusia disokong oleh berbagai kegiatan yang intinya adalah memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia: papan (tempat tinggal), pangan (makanan), dan sandang (pakaian). Manusia memiliki naluri untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kebutuhan ini, manusia bisa bertahan hidup. Beberapa poin terkait dengan aktivitas sehari-hari manusia untuk bertahan hidup adalah:

  • Dalam kehidupan sesungguhnya, kita tidak bisa mendapatkan segala kebutuhan dan keinginan tanpa adanya pengorbanan. Untuk mendapatkan sesuatu, kita harus menukarkan sejumlah barang dengan nilai yang sepadan.
  • Selain itu, perasaan tidak pernah puas untuk merasa cukup ketika kebutuhan berhasil dipenuhi akhirnya melahirkan kesepakatan di antara manusia untuk bekerja, mendapatkan uang, yang akhirnya digunakan untuk membeli segala keperluan.
  • Selalu ada peningkatan pemenuhan kebutuhan yang merupakan bagian dari tindakan rasional seorang manusia. Inilah hakikat dari titel makhluk ekonomi yang lekat pada manusia.

Ciri-ciri Manusia adalah Makhluk Sebagai Ekonomi yang Bermoral

ads

Ciri- ciri manusia mebagai makhluk ekonomi pada dasarnya, semua manusia berhakikat sebagai makhluk ekonomi. Hal ini tercermin dari ciri-ciri yang melekat pada diri setiap orang dan menjadi sebagai kondisi penduduk Indonesia dengan memiliki ciri-ciri manusia dikenal makhluk ekonomi bermoral antara lain:

  1. Tindakannya rasional. Semua orang berkehendak memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka semaksimal mungkin. Kalau bisa, semua itu didapatkan dengan pengorbanan yang relatif minim.
  2. Tindakan pemenuhan kebutuhan tersebut berfokus pada pemenuhan kebutuhan diri sendiri. Manusia mencoba memikirkan dan memenuhi kebutuhan diri sendiri lebih dulu dibandingkan memikirkan kebutuhan orang lain.
  3. Keputusan yang diambil seseorang sesuai dengan tujuan. Dalam arti, manusia mampu bertindak karena keputusan yang diambil bertujuan memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk hidup (bekerja, mendapatkan uang, digunakan untuk membeli makanan, memenuhi kebutuhan dasar hidup).
  4. Sulitnya mencapai rasa puas yang paling tinggi. Manusia bahkan dikenal tidak pernah memiliki rasa puas. Setiap kali telah berhasil mencapai di titik tertentu, manusia selalu ingin untuk mencapai lebih baik lagi. Siklus ini berjalan terus-menerus tanpa putus.
  5. Aktivitas yang dipilih cenderung dekat dengan preferensi pribadi. Bisa dikatakan, apapun yang dilakukan manusia harus memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Manusia sebagai Makhluk Ekonomi yang Bermoral

Ada banyak faktor yang membedakan kebutuhan manusia yang satu dengan manusia yang lain, dan juga ada faktor yang dikenal sama yaitu faktor perubahan sosial. Beberapa faktor pembeda tersebut kami jabarkan secara ringkas dan informatif sebagai berikut.

1. Tempat Tinggal. Berbeda tempat tinggal, berbeda pula kebutuhan dasar manusia.

  • Misalkan individu yang tinggal di negara tropis seperti Indonesia tidak akan membutuhkan pakaian tebal untuk menghangatkan diri di kala musim salju seperti masyarakat di negara 4 musim.
  • Hal ini dikarenakan kondisi geografis Indonesia tidak terdiri dari 4 musim berbeda yang silih berganti seperti negara lain seperti Australia, Jepang, Rusia, atau pun Amerika Serikat.

2. Pendidikan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, tingkat kebutuhan dirinya cenderung lebih tinggi dibandingkan mereka dengan tingkat pendidikan rendah. Dengan mengikuti pendidikan akan terjalin adanya suatu proses interaksi sosial, kepada semua masing-masing murid.

  • Orang yang berpendidikan tinggi mungkin memiliki standar pakaian khusus, baik untuk bekerja, bersosialisasi, atau bersantai bersama keluarga.
  • Standar pakaian tersebut mungkin muncul akibat relasi dengan rekan yang seolah mematok standar berpakaian tertentu untuk saling menghargai satu sama lain.
  • Berbeda dengan standar pakaian orang dengan pendidikan yang lebih rendah, yang menganggap pakaian sopan sudah cukup untuk berbagai pertemuan.

3. Usia. Orang tua dan dewasa muda yang hidup di tahun 2000-an ini mungkin dihadapkan pada tren yang sama, tetapi preferensi kebutuhan mereka bisa berbeda.

  • Orang tua cukup bahagia ketika kebutuhan mereka berhasil dipenuhi, misalkan berpakaian yang cukup rapi, tidak harus selalu baru, enak dipakai, dan masih layak digunakan.
  • Sedangkan dewasa muda cenderung lebih terlihat ingin terus-menerus memuaskan diri sendiri dengan pemenuhan kebutuhan yang jauh lebih tinggi dari kata cukup. Misalkan, menginginkan produk yang terbaru, bahan yang halus dan mencerminkan aura yang memakainya.

4.  Kemajuan IPTEK. Generasi milenial cenderung memiliki pemikiran untuk mempunyai produk-produk kemajuan IPTEK terbaru dan mengetahui berita terkini alias tidak boleh kudet. Dengan kemajuan IPTEK ini juga salah satu faktor dari bentuk penyimpangan sosial yang biasa terjadi dimasyarakat.

  • Anak sekolah yang sudah dibekali dengan smartphone berspesifikasi tinggi meski tak semua komponen keras dan lunaknya dioptimalkan penggunaannya. Hal ini didapatkannya untuk mengatrol gengsi.
  • Generasi yang lebih tua sudah merasa lebih cukup dengan smartphone yang bisa melakukan fungsi standar di zaman modern: mengirim pesan, telepon, browsing, mudah menangkap sinyal, baterai awet, dan berbagai pertimbangan lain.
Sponsors Link

5. Tingkat Pendapatan. Orang dengan pendapatan lebih tinggi cenderung memiliki kebutuhan yang lebih banyak dibandingkan orang berpendapatan lebih rendah.

  • Kebutuhan orang berpendapatan tinggi bisa jadi karena kondisi sosialnya yang memengaruhi kebutuhan tersebut. Contoh kebutuhan untuk mobil berspesifikasi tinggi dan memastikan keamanan supir dan penumpang.
  • Berbeda dengan orang berpendapatan rendah yang cenderung sudah puas dengan mobil kualifikasi standar. Asalkan harga jual kembali tidak anjlok, konsumsi bahan bakar tidak boros, dan kantor service banyak atau mudah ditemukan, produk ini sudah cukup memenuhi kebutuhan mereka.

6. Status Sosial. Orang yang dikenal memiliki status sosial tinggi cenderung memiliki kebutuhan yang didominasi oleh keinginan.

  • Kebutuhan wanita dengan status sosial tinggi untuk mengenakan perhiasan seelite mungkin guna mendongkrak eksistensi di kalangan rekan-rekan sesama perempuan sosialita.
  • Berbeda dengan perempuan tanpa status sosial yang tinggi, mereka cenderung lebih mudah puas hanya dengan menggunakan satu atau dua jenis perhiasan guna menghiasi tubuh tanpa terkesan berlebihan.

7. Perbedaan Selera. Satu orang dengan orang lain memiliki selera yang berbeda dan memengaruhi preferensi kebutuhan masing-masing.

  • Perempuan yang tergolong tomboy akan cenderung mencari produk yang bersifat kelaki-lakian dan membuat tampilan diri menjadi lebih macho.
  • Berbeda dengan perempuan yang feminin, yang akan cenderung mencari produk-produk yang manis, seperti baju dress, anting, cat kuku, alat kosmetik, dan lain sebagainya.

Demikian informasi yang bisa kami berikan terkait dengan pengetahuan umum tentang manusia sebagai makhluk ekonomi yang bermoral. Semoga informasi umum ini bisa memberikan gambaran yang lebih baik tentang hakikat manusia sebagai makhluk ekonomi, yang bukan sekadar memenuhi kebutuhan diri sendiri tetapi juga bagaimana interaksinya dengan lingkungan sosial sekitarnya.

Sponsors Link
, , ,
Post Date: Wednesday 10th, May 2017 / 02:45 Oleh :
Kategori : Ekonomi