Sponsors Link

5 Bahasa Daerah di Pulau Sulawesi

Sponsors Link

Indonesia merupakan salah satu negara dengan bahasa terbanyak atau memiliki beragam bahasa. Namun bagaimana apabila terdapat berbagai jenis bahasa daerah di satu wilayah tertentu di Indonesia?

ads

Seperti pulau sulawesi, Sulawesi dikenal dengan sebutan Celebes yang merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang ditinggali oleh berbagai macam etnis atau keragaman suku bangsa dan budaya. Hal inilah yang menyebabkan Sulawesi kaya akan bahasa daerah.

Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia awal tahun 2019. Jumlah bahasa dari daerah Sulawesi dan Kalimantan hampir sama. Di mana pulau Sulawesi terdapat 58 jenis bahasa daerah sedangkan Kalimantan terdapat  57 bahasa daerah. Berikut 5 bahasa daerah di Pulau Sulawesi, antara lain:

1. Bahasa Sangir (Sulawesi Utara)

Bahasa Sangir merupakan bahasa yang dituturkan oleh etnis Sangihe yang mendiami Kabupaten Kepulauan Sangihe, Kabupaten Kepulauan Talaud, serta pesisir utara provinsi Sulawesi Utara. Menurut perhitungan dari Ethnologue.com, jumlah penuturnya saat ini sekitar 255.000 orang.

Penutur dari bahasa Sangihe yang merantau ke luar daerahnya masih memeliharanya sebagai bahasa ibu, utamanya dalam aktivitas komunitas mereka. Walaupun, sama seperti yang dialami bahasa daerah lainnya, namun keturunan Sangihe di perantauan tidak diajarkan dalam bahasa ini.

Inilah yang turut menggerus angka penuturnya. Salah satu kendala pemeliharaan bahasa Sangihe adalah sifatnya yang berupa bahasa lisan, bukan bahasa dari tulisan. 

Dirunut jauh di belakang, kebiasaan administrasi dan surat menyurat yang menggunakan bahasa Melayu atau Indonesia menjadi salah satu faktornya. Namun, salah satu rekam tulis dari bahasa Sangihe adalah Kitab Suci Alkitab yang berbahasa Sangihe dalam tiga dialek; Sangir Besar, Siau dan Tagulandang yang telah diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia pada tahun 1942.

2. Bahasa Konjo (Sulawesi Selatan)

Bahasa Konjo merupakan rumpun dari bahasa Makassar, cabang Melayu-Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa Konjo dituturkan oleh suku Konjo Pesisir, di sudut tenggara provinsi Sulawesi Selatan. Dilansir situs Ethnologue.com, penuturnya kini hanya sekitar 125.000 orang, nyaris hampir sama dengan jumlah penduduk Kecamatan Tamalanrea.

Fungsi bahasa daerah Konjo ini terbagi menjadi dua bahasa, yaitu Konjo Pesisir dan Konjo Gunung. Namun terdapat 75 persen leksikon/kosakata bahasa Konjo Pesisir yang sama dengan Konjo Gunung. Sedangkan bahasa Konjo Pesisir memiliki 76 persen persamaan leksikon dengan bahasa Makassar. 

Dilihat lebih jauh, bahasa Konjo ini sering disebut sebagai salah satu dialek dalam bahasa Makassar selain Lakiung, Turatea dan Selayar. Penuturnya saat ini sudah tersebar di bagian timur Kabupaten Bulukumba. Mereka berdiam diri di Kecamatan Bontobahari, Bontotiro, Kajang, Herlang, dan sejumlah desa lain di sekitar empat kecamatan yang telah disebutkan.

3. Bahasa Ponosakan (Sulawesi Utara)

Bahasa Ponosakan termasuk salah satu bahasa kritis. Banyak ahli yang berpendapat bahwa bahasa Ponosakan, termasuk kedalam rumpun bahasa Gorontalo-Mongondow, karena disebut sebagai bagian dari rumpun bahasa Filipina.

Robert Blust ahli dari bahasa Austronesia asal University of Hawaii at Mānoa, menempatkan bahasa Ponosakan dalam rumpun bahasa Filipina yang mencakup bahasa Tagalog yang menjadi bahasa nasional Filipina.

Menurut Lobel, bahasa ponosokan sudah dituturkan oleh suku Ponosakan sejak abad ke-17. Sebelum Perang Dunia ke II pecah, bahasa ini tidak hanya menjadi bahasa mayoritas di wilayah Belang, melainkan juga sejumlah pemukiman di sekitar daerah kota pesisir tersebut.

Namun, ketika memasuki tahun 1970, Lobel menulis bahwa bahasa Ponosakan sudah tak lagi diajarkan menurun kepada generasi yang lebih muda.

4. Bahasa Gorontalo

Sering disebut sebagai Hulontalo, bahasa Gorontalo sudah menjadi bahasa tuturan suku Gorontalo di Provinsi Gorontalo. Menurut catatan dan tujuan sensus penduduk nasional pada tahun 2000, jumlah penuturnya saat ini sekitar 1 juta jiwa.

Namun, angkanya dapat dipastikan kian surut sejak perhitungan di awal milenium. Bahasa Gorontalo merupakan bagian dari rumpun bahasa Gorontalo-Mongondow, terbagi menjadi beberapa dialek yaitu Gorontalo Timur, Gorontalo Kota, Tilamuta, Suwawa, dan Gorontalo Barat.

Salah satu kendala dari pelestarian bahasa ini yaitu sifatnya sebagai bahasa lisan. Upaya mengabadikan bahasa Gorontalo di dalam buku baru dimulai pada zaman kolonial Belanda.

Pada tahun 1870 ada sebuah manuskrip tua bahasa yang berjudul Utiya tilingolowa lo pilu lo tau lota ohu uwo lo pilu boito yang disusun oleh Johan Gerhard Frederich Riedel anak sulung dari seorang misionaris bernama Johan Frederich Riedel.

5. Bahasa Benggaulu (Sulawesi Barat)

Bahasa Benggaulu banyak sekali dituturkan masyarakat yang berada di Desa Karossa, Kecamatan Karossa, Kabupaten Mamuju Tengah, dan sebagian masyarakat yang berada di wilayah Kecamatan Dapurang, Kabupaten Mamuju Utara, provinsi Sulawesi Barat.

Menurut Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kemendikbud di dalam Seminar Internasional Kebahasaan pada Agustus 2019, dikatakan bahwa kondisi bahasa Benggaulu saat ini masih stabil dan digunakan dalam upacara adat. Namun, tradisi bertutur yang kian menurun membuat bahasa ini sudah masuk dalam status yang terancam.

Kemdikbud menulis bahwa Benggaulu saat ini memiliki persentase perbedaan berkisar 88%-90% dibandingkan dengan bahasa-bahasa daerah Sulawesi Tengah, seperti bahasa Mandar dan bahasa Mamuju. Artinya, banyak leksikon Benggaulu yang benar-benar berbeda dengan bahasa daerah dari Sulawesi Barat.

Sponsors Link
, ,




Post Date: Friday 23rd, September 2022 / 07:05 Oleh :
Kategori : Antropologi